
Berita tentang kecelakaan pendaki beberapa hari terakhir ini kembali mengingatkan aku pada masa-masa ketika alam bebas adalah rumah keduaku. Meskipun kini aku sudah lama nggak lagi aktif berkegiatan di alam bebas, kenangan masa-masa itu masih hidup jelas dalam ingatanku. Sebagai seseorang yang dulu kerap berkegiatan di alam terbuka, seperti mendaki, arung jeram, berkemah, eksplorasi tebing, aku tahu betul bahwa alam bisa menjadi sahabat yang menyenangkan, namun sekaligus tempat yang nggak kenal ampun kalau kita lengah.
Aku menulis ini bukan untuk menakut-nakuti, bukan pula untuk meromantisasi bahaya. Aku cuma mau mengorek kembali ingatan lama yang mungkin bisa jadi pelajaran bahwa berada di alam bebas bukan cuma tentang “healing“, foto estetik Instagram, atau seru-seruan. Tapi jauh di balik itu ada tentang bertahan hidup dan bagaimana kita bisa tetap selamat mulai dari memulai perjalanan hingga pulang ke rumah.
Terpisah dan Harus Berjalan Sendiri
Sebelum aku bergabung di organisasi pecinta alam kampus, aku sudah mulai mengunjungi gunung meskipun hanya sekadar berwisata atau niatnya jalan santai aja. Saat itu aku mendaki Gunung Papandayan di Garut, Jawa Barat.
Pengalaman pertama ini sangat membekas buatku, sebab aku sempat terpisah dari rombongan. Saat itu aku pergi dengan rombongan kakakku. Tapi, di tengah perjalanan dia memutuskan untuk turun karena nggak sanggup. Lalu, aku yang ingin tetap lanjut, terus berjalan namun tertinggal dari rombongan yang lebih dulu mendaki di depanku.

Tiba-tiba aja aku sendiri di jalur. Tidak ada sinyal, tidak tahu apa-apa soal gunung apalagi survival skill. Meskipun Gunung Papandayan termasuk gunung pemula dan terbuka, tetap saja untuk seorang pemula berada di situasi ini sangat membingungkan karena nggak tahu harus berbuat apa.
Tapi, saat itu aku mencoba tenang. Aku duduk dulu mikir apa yang harus aku lakukan sambil memandangi pemandangan lembahan Gunung Papandayan yang menenangkan. Lalu, aku coba lanjut berjalan dengan waspada, hingga akhirnya berjumpa dengan rombongan pendaki lain dan ikut hingga turun ke bawah dengan aman.
Ternyata kejadian ini hanya permulaan. Sebab, aku pernah mengalami tersesat dan lagi-lagi jalan sendiri untuk kedua kalinya di gunung ini. 😅
Terperosok ke Lembahan Saat Malam Hari
Ada juga momen ketika aku terjatuh ke lembahan saat perjalanan di gunung pada malam hari. Kecerobohan saat itu, aku tidak menggunakan headlamp karena aku pinjamkan ke rekan perjalananku. Jalurnya cukup licin, penerangan minim karena aku bergantung pada rekan di depanku. Tiba-tiba, aku memijak tanah yang licin, tubuhku tergelincir hingga jumpalitan selama merosot ke bawah, dan aku berusaha memegang apapun yang ada di sekitaranku hingga kemudian tersangkut di semak sebelum terjatuh lebih jauh.
Tidak ada yang parah, hanya luka ringan dan sedikit syok. Rekan aku sigap langsung menyusulku dan berteriak agar aku tetap tenang. Untungnya, rekanku sangat berpengalaman dengan mountaineering, aku juga sudah berbekal ilmu tentang pendakian dan survival skill karena saat itu aku sudah mulai sering berkegiatan alam bebas. Dan yang paling penting, pada kejadian itu tidak ada bahaya di sekitar, karena siapa yang tahu di tengah gelap malam ada makhluk lain di dekatku? Bukan, bukan hantu, tapi hewan buas maksudnya.

Kejadian itu membuatku benar-benar sadar bahwa headlamp sangat sangat penting menyangkut keselamatan, dan sebenarnya memang masuk ke dalam barang survival kit yang harus siap sedia.
Sedikit cerita lanjutannya, ternyata terperosoknya aku ke dalam lembah mendatangkan rezeki, yaitu kami menemukan sumber air di saat persediaan air mulai menipis. Ketika rekanku sudah menghampiri aku dan memastikan aku baik-baik saja, mereka lalu pergi mengambil air. 😂
Terjatuh dan Terbawa Arus Hingga Nyaris Mendekati Undercut
Pengalaman satu ini yang menurutku paling menegangkan. Selain blusukan ke dalam hutan, dulu aku juga menyukai arung jeram. Pada suatu ketika, saat debit air dan jeram cukup ganas, aku terjatuh dari perahu karet dan nyaris terseret mendekati area undercut, arus dengan pusaran yang sangat deras di bawah tebing yang dapat berakibat fatal jika terjebak di dalamnya.
Ini pertama kalinya aku terjatuh dari perahu karet. Kalau diingat, sebenarnya cukup traumatis karena memang olahraga air sangat berbahaya berpacu dengan waktu sepersekian detik dan tidak boleh panik sekalipun.

Air yang deras menarik tubuhku kuat sekali. Aku ingat betul saat tubuhku tidak bisa mengontrol arah, dan panik mulai menyerang. Aku berusaha untuk melakukan upaya self rescue secara offensive, yaitu berenang melawan arus. Tapi, karena kuatnya jeram, aku coba lakukan defensive, mengikuti arus. Untungnya, aku melihat rekan-rekan ku di perahu memberikan instruksi melalui gerakan tangan bahwa aku harus memutar badan untuk berenang. Aku ikuti arahan itu dan kembali offensive berenang ke arah perahu sekuat tenaga.
Aku pun berhasil menghampiri perahu, rekan-rekanku langsung menarik pelampungku dan mengangkat aku ke dalam perahu. Setelah kejadian itu saat kami sudah kembali ke basecamp, aku diceritakan situasi saat itu kalau aku tidak berenang, aku akan terseret ke arah tebing dan jika itu terjadi, bisa saja aku terjebak ke dalam undercut yang sangat fatal akibatnya.
Pelajaran Berharga, Meski Sudah Tidak Pernah Berkegiatan Alam
Sudah lama aku tidak lagi menyusuri hutan, mendaki bukit dan gunung, atau mendayung di sungai liar. Hidup kini membawaku ke tempat dan rutinitas yang berbeda. Tapi, pengalaman dan pelajaran dari masa-masa itu tinggal bersamaku sampai hari ini.
Saat melihat berita tentang kecelakaan di gunung atau sungai, rasanya sangat familiar seperti ada alarm yang muncul di dalam kepalaku. Seketika ingatan lamaku tentang mengalami hal-hal yang mirip kejadian itu, muncul. Aku tahu betapa cepat keadaan bisa berubah dan bagaimana satu kelalaian kecil yang tidak disengaja atau disadari, bisa berdampak besar bahkan menyangkut nyawa.
Keselamatan Bukan Hanya Urusan Individu
Seringkali kita mendengar himbauan keselamatan hanya ditujukan kepada pendaki atau wisatawan, tapi sebenarnya urusan keselamatan ini menurutku sangat kompleks dan tidak bisa hanya difokuskan pada individu aja. Keselamatan di alam bebas adalah tanggung jawab bersama, mulai dari individu pendaki itu sendiri hingga pemangku kepentingan yang punya kuasa lebih besar.
- Pengelola wisata alam: jalur yang jelas, papan informasi yang mudah dipahami, dan sistem evakuasi yang cepat adalah bentuk tanggung jawab. Termasuk dalam hal ini di area alam bebas, melakukan pendataan pendaki atau pengunjung serta melakukan background & tools check.
- Pelaku pariwisata dan pemandu lokal: edukasi kepada pengunjung, terutama mereka yang belum berpengalaman adalah hal yang paling esensial. Jangan hanya menjual pengalaman atau destinasi wisata yang indah dan instagram-able, tapi juga menanamkan pemahaman tentang risiko dan keselamatan, termasuk perlunya survival skill yang harus dimiliki khususnya oleh pemandu lokal.
- Pemerintah: kebijakan yang berpihak pada keselamatan, bukan semata pada pendapatan atau ketenaran destinasi wisata. Standarisasi sistem keselamatan, pelatihan relawan, hingga sistem early warning adalah bagian dari perlindungan nyawa masyarakat dan wisatawan.

Nilai yang Aku Pegang
Dari pengalaman-pengalaman yang pernah aku lalui, ada beberapa hal yang akhirnya aku sadari, yakini, dan aku pegang. Berkegiatan alam bebas sebenarnya bukan hal yang menyeramkan atau harus dihindari. Di satu sisi sebenarnya sangat positif, kok. Berolahraga, mendapatkan pengalaman baru, dan mendekatkan diri pada alam. Tapi, memang harus dilakukan dengan hati-hati. Beberapa hal penting yang dulu selalu aku pegang:
- Jangan hanya fokus ke tujuan. Fokus pada proses. Puncak bukan segalanya; pulang selamat lebih utama. Aku secara pribadi memang sebenarnya tidak terlalu mementingkan puncak. Dulu aku lebih suka blusukan dibandingkan harus mengutamakan mencapai puncak. Sebenarnya, blusukan di hutan juga seru, apalagi kalau sambil baca peta dan bermain kompas.
- Hope for the best, prepare for the worst. Persiapan dimulai sejak sebelum berangkat. Lakukan riset lokasi yang akan dikunjungi sedetail mungkin; siapkan mental, fisik, dan material yang dibutuhkan; buat rencana cadangan untuk antisipasi situasi yang tiba-tiba berubah.
- Waspada bukan berarti takut. Kesampingkan ego, kenali dirimu sendiri terlebih dulu, lalu observasi lingkungan di sekitar termasuk rekan perjalananmu.
- Kenali batasan diri. Jangan memaksakan diri saat tubuh tidak memungkinkan. Kalau sudah merasa tidak sanggup, sampaikan ke rekan perjalananmu. Ingat, yang tahu batasan dirimu adalah dirimu sendiri.
Berangkat dengan Persiapan, Pulang dengan Selamat
Aku menulis ini bukan sebagai pengingat dari seorang pendaki atau petualang yang berpengalaman, karena aku pun sebenarnya tidak se-bocah petualang itu. Namun, dari kejatuhan-kejatuhan yang pernah aku alami dan kejadian kecelakaan akhir-akhir ini yang membuatku cukup ke-triggered, aku hanya mau menyampaikan bahwa alam tidak dapat diprediksi, bahkan situasi yang di dekat kita sekalipun bisa dengan sangat cepat berubah.
Jangan hanya siap untuk menikmati keindahan alam, tapi juga harus siapkan diri sendiri untuk menghadapi segala kemungkinan yang tak terduga. Karena di alam bebas, keberanian bukan soal menantang bahaya, tapi soal punya kesadaran untuk bertanggung jawab atas keselamatan diri sendiri dan orang lain. Karena pada akhirnya, pulang dengan selamat adalah pencapaian yang seharusnya paling dibanggakan dari setiap perjalanan.
