Press ESC to close

Kepergian Rina, Teman Kecilku

Mendengar kabar duka selalu membuat jantung berdegup kencang dan sesak di dada. Perasaan sedih, syok, cemas, marah bercampur hingga tak sanggup berkata-kata. Meski kini kabar tentang kepergian seseorang telah terjadi sekali dua kali, tapi tetap tidak akan pernah terbiasa. Terlebih yang berpulang adalah orang terdekat, salah satunya teman kecilku.

Rutinitas Masa Kecil Bersama

Pagi itu aku berjalan menuju ke halte bis jemputan sekolah. Di tengah perjalanan, aku berhenti di depan sebuah rumah dan berteriak memanggil, “Rina!“. Sesosok anak perempuan membuka pintu dan keluar, berjalan menuju ke arahku. Lalu, kami bersama pergi ke halte untuk menunggu bis.

Saat sore hari, aku mengeluarkan motor dari garasi untuk jalan-jalan sore keliling kota. Lagi-lagi, aku menuju ke rumah itu, memanggil temanku. Dia keluar dari rumah sambil mengenakan helm dan kemudian naik ke jok belakang motor yang aku kendarai.

Rutinitas di pagi dan sore hari itu hampir setiap hari kami lakukan bersama saat masih duduk di bangku sekolah. Kami memang sering bersama. Maklum saja, rumah kami hampir bersebelahan. Hanya beda satu rumah.

Entah mulai kapan kami sering bersama, aku pun lupa. Terjadi begitu saja.

Tentang Teman Kecilku, dan Kita

Namanya Puspa Nurfajrina, namun aku memanggilnya Rina. Nama kecilnya.

Rina adalah salah satu temanku yang bisa dibilang sangat easy going atau selow. Saking santainya, kami jarang (atau bahkan nggak pernah?) berantem. Yah, ada lah drama-drama kecil. Tapi, seingatku kami nggak pernah sampai yang tak bertegur sapa.

Baca Juga  Liburan Akhir Tahun 2011, Bertualang di Jawa Timur

Seperti yang aku ceritakan sebelumnya, kalau dulu kami memang sering bersama. Hampir tiap hari pasti bertemu. Pernah suatu masa kita dijuluki sebagai “duo” karena sering kemana-mana bareng.

Enggak semua orang bisa mudah berteman dengannya. Aku sempat berpikir tentang ini ketika kami berpisah karena lanjut kuliah di kampus dan daerah yang berbeda. Aku di Jawa Barat, dia di Jawa Timur.

Tapi, ternyata bukan berarti Rina kurang pandai bergaul. Dia justru aktif dan lebih memilih berteman dengan cara bergabung ke komunitas. Bahkan sebenarnya sejak sekolah. Sampai kuliah bahkan setelah kuliahpun, komunitas yang dia ikuti semakin bertambah. Bisa dibilang, circle dia cukup banyak.

Saat libur perkuliahan dan kami sama-sama mudik ke Bontang, pasti kami selalu main bareng lagi. Sudah jadi rutinitas kalau di Bontang harus saling ketemu dan jalan-jalan keliling kota. Entah kemana dan ngobrol apa, rasanya nggak pernah bosan dan selalu ada aja bahan pembicaraan dan tertawaan.

Semakin dewasa, kami semakin kurang intens berkomunikasi. Salah satu penyebabnya mungkin karena aku sudah jarang atau tidak pernah pulang ke Bontang lagi. Keluargaku memang sudah angkat kaki dari Bontang dan pulang kampung ke Banyuwangi.

Kalau diingat, kira-kira terakhir aku bertemu dengan Rina sekitar 2 atau 3 tahun lalu. Itu pun hanya sebentar. Selebihnya kami hanya ngobrol melalui chatting. Itu juga dalam satu tahun hanya bisa dihitung beberapa kali.

Terakhir aku menghubunginya pada tanggal 5 Agustus 2022 untuk mengucapkan selamat ulang tahun dengan bercandaan, “selamat memasuki usia kepala 3! semoga banyak rejeki dan sehat selalu!”. Dia pun mengamini.

Setelahnya, kami tidak pernah berkomunikasi lagi.

Kabar Terakhir

Hingga beberapa hari lalu aku mendapatkan kabar buruk mengenai kondisinya yang kurang baik. Aku coba mengirimkan pesan chat. Namun, yang membalas ibunya yang mengatakan kalau Rina sedang dalam kondisi buruk dan tidak sadarkan diri serta meminta doaku agar Rina segera membaik.

Baca Juga  Catatan Personal: Proses Mengerjakan Bingkisan Lebaran 2023

Selang dua hari kemudian, tepatnya tadi siang, aku mendapatkan kabar kalau Rina sudah tiada. Rina telah berpulang.

Iya, secepat itu kabar kepergian itu tiba. Perasaan aku campur aduk. Sedih, cemas, terpukul, entahlah. Tidak bisa langsung memberikan respon atas berita itu dan kepalaku jadi pening. Tidak pernah terbayang kepergian teman kecilku akan secepat ini.

Sambil memproses kabar sendu kepergian Rina, pikiranku kembali ke masa-masa kecil bagaikan roll film yang diputar kembali ke awal cerita. Mengenang bagaimana hari-hari aku yang selalu bersamanya, seperti yang aku tuliskan di awal postingan ini.

Surat Singkat untuk Teman Kecilku

Seorang psikolog yang pernah aku datangi untuk konsultasi mengenai duka pernah bilang, salah satu cara melepas perasaan duka bisa dengan menulis. Tulislah sebuah surat untuk orang tersebut. Anggaplah dia akan membacanya.

Di postingan ini sekaligus aku ingin mengirim pesan untuk Rina, sahabat dan teman kecilku.

“Terima kasih banyak sudah mengisi hari-hari ku saat kita masih kecil hingga terakhir kita berjumpa. Terima kasih karena sudah mau menerima aku menjadi salah satu temanmu dengan segala kekuranganku dan enggak bosan main tiap hari bersama.

Ingat waktu kecil kita enggak cuma sering jalan-jalan sore bareng aja, tapi juga melakukan hal lain seperti main kasti, lomba lari, memanjat pohon ceri, bahkan blusukan ke hutan dekat rumah dan guling-guling di lembahan rumput sampai kapok karena sepulang dari sana kita gatel sebadan-badan. Banyak sekali kenangan-kenangan lucu dan juga manis yang nggak akan bisa aku lupakan.

Aku salut banget sama kamu yang bisa berteman dengan teman-temanmu yang sangar itu, hahaha! Sungguh heran gimana kamu yang tidak mahir bisa mengendarai motor tapi bergabung dengan komunitas motor. Bahkan tadi aku dapat kabar kalau teman-teman kamu itu turut membagikan ucapan belasungkawa di media sosial. Jujur aku takjub, sih! Pasti banyak yang merasa kehilanganmu.

Enggak banyak yang bisa aku ungkapkan dari surat ini. Meskipun semakin tua pertemanan kita semakin berjarak, tapi aku senang ketika kita bertemu kita tetap bisa seru-seruan seperti biasanya. Intinya, aku senang dengan kenangan yang kita lalui.

Semoga perjalananmu selanjutnya dilapangkan oleh-Nya hingga kita bisa bertemu lagi.

I’m gonna miss you a lot, Rina!

Love from your childhood bestie 💌💖”

Grief Quote by Nikita Gill from Pinterest
Grief Quote by Nikita Gill from Pinterest

 

Baca Juga  Catatan Personal: Kontemplasi Memasuki Dekade Ketiga

PS: Maaf banget aku belum bisa menyematkan foto kamu di postingan ini. Jika aku sudah menemukan foto yang tepat, akan aku sematkan, ya!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *