
Ada daya tarik tersendiri ketika dunia virtual mampu menjembatani kita menuju pengalaman nyata, terutama dalam video game. Di era modern kini, bukan tidak mungkin lagi gamers bisa berkunjung ke lokasi permainan di dunia nyata. Bahkan sebenarnya, fenomena ini sudah mulai terjadi beberapa tahun terakhir. Aku merasa dampak dari video game yang bisa memengaruhi dunia nyata, dalam hal ini pariwisata, bukan kebetulan. Tapi, ada bagian dari proses psikologis yang mendasarinya.
Salah satu contohnya datang dari game Black Myth: Wukong, yang bukan hanya sukses secara komersial, tapi juga disebut-sebut menjadi pemicu ledakan wisata ke Provinsi Shanxi, Tiongkok. Kalau dari kemarin sudah bahas Ghost of Tsushima dalam game-induced tourism, sekarang kita coba bahas dari game lain. đ
Untuk memahami bagaimana pengalaman virtual dari video game seperti ini bisa mendorong orang bepergian, aku menemukan ada sebuah teori yang bisa digunakan untuk menganalisa. Hal tersebut bisa dijelaskan dengan pendekatan S-O-R (StimulusâOrganismâResponse), sebuah kerangka model yang berkaitan dengan aspek psikologis.
Model S-O-R: StimulusâOrganismâResponse
Model S-O-R dikembangkan oleh Mehrabian dan Russell (1974) untuk menjelaskan bagaimana lingkungan memengaruhi perilaku manusia melalui proses emosional. Dalam banyak kasus, lingkungan yang dimaksud bisa berupa ruang fisik seperti toko, kafe, atau pameran seni. Tapi, di era digitalisasi sekarang ini, lingkungan digital seperti media sosial dan bahkan dunia dalam video game juga punya kekuatan yang sama, bahkan lebih imersif. Berikut penjelasan singkat tentang elemen dari S-O-R.
3 Elemen Utama Model S-O-R
Stimulus (S): Rangsangan yang Diterima dari Lingkungan
Stimulus mengacu pada semua rangsangan eksternal yang diterima oleh pancaindra kita, seperti apa yang kita lihat, dengar, rasakan, bahkan nilai-nilai simbolik yang kita tangkap secara tidak sadar.
Dalam konteks digital (termasuk video game), stimulus bisa berupa:
- Visual lanskap yang megah, seperti pegunungan berkabut, pemandangan horizon langit dan laut, maupun bangunan unik seperti kuil kuno;
- Suara ambient yang memperkuat atmosfer atau suasana;
- Narasi cerita yang menarik dan emosional;
- Interaksi gameplay yang memberi perasaan intens atau bermakna.
Yang menarik, stimulus ini nggak harus realistis untuk memberikan dampak. Selama mampu menciptakan kesan mendalam, stimulus digital dapat membentuk persepsi dan emosi yang kuat.
Misalnya, walaupun kita tahu dunia dalam video game itu tidak nyata, saat visual dan audio dikombinasikan dengan baik, otak dan hati merespons seolah itu nyata. Ketika kita menangkap stimulus tersebut dan memengaruhi pikiran dan perasaan, respon inilah yang menjadi kekuatan awal yang membuat seseorang bisa terkesima atau bahkan âjatuh cintaâ pada tempat yang bahkan belum pernah ia datangi secara fisik.
Organism (O): Emosi yang Terbentuk Dalam Diri
Setelah menerima stimulus, kita tidak langsung bertindak. Tubuh (atau dalam hal ini disebut dengan âorganismeâ) memproses informasi itu dalam bentuk respon emosional internal.
Mehrabian dan Russell (1974) menyebut ada tiga dimensi utama:
a. Pleasure (Kesenangan)
Pleasure atau kesenangan bisa diartikan sejauh mana seseorang merasa nyaman, senang, atau puas. Dalam pengalaman video game, pleasure muncul saat kita merasa terhibur, terpesona oleh keindahan dunia dalam video game, merasa rileks karena suasana yang tenang atau tegang karena jalan cerita yang memanas.
Misalnya, seorang gamer merasa takjub saat menjelajahi daerah sunyi di dalam dunia video game yang penuh detail budaya atau lanskap pemandangan yang menenangkan.
b. Arousal (Keterangsangan atau Energi Emosional)
Arousal menunjukkan tingkat energi atau gairah emosional. Bisa berupa semangat, rasa penasaran, antusiasme, atau adrenalin. Di dalam video game, arousal terasa saat kita masuk ke dalam konflik seru, saat mengeksplorasi area baru, atau ketika menemukan rahasia maupun harta karun tersembunyi.
Aku sendiri sering merasakan arousal saat bermain game bisa berhasil membuatku penasaran, seperti ingin mendatangi area tersembunyi yang tidak muncul di peta atau menebak-nebak simbol yang ada di dalam game dan mengaitkannya dengan budaya yang ada di kehidupan sehari-hari.
c. Dominance (Kendali atau Agensi)
Dominance berarti sejauh mana kita merasa memiliki kendali terhadap situasi. Dimensi ini bisa muncul lewat interaksi yang dapat dilakukan secara bebas (misalnya, dengan character lain atau NPC), pengambilan keputusan dalam melakukan suatu aksi, atau kemampuan mengubah arah cerita.
Khususnya di dalam game open world, rasa dominansi sangat besar. Aku sebagai pemain bisa merasakan berada di dalam dunia itu atau bahkan memunculkan sense of belonging. Rasa ini penting karena mendorong keterikatan lebih dalam. Saat kita merasa berkuasa, kita juga merasa lebih bertanggung jawab secara emosional terhadap dunia itu.
Ketiga emosi ini kemudian bekerja sama membentuk koneksi emosional yang mendalam. Dari sinilah muncul kecenderungan bagi seseorang gamer âmembawa dunia gameâ itu ke dunia nyata.
Response (R): Tindakan Nyata Akibat Emosi
Respons adalah tahap di mana emosi berubah menjadi aksi. Dalam konteks video game, respon bisa bermacam-macam bentuk:
- Mengikuti konten lore di luar game (membaca sejarah, legenda, mitologi yang relevan dengan game yang telah dimainkan);
- Mencari tahu lokasi dunia nyata yang mirip dengan tempat-tempat yang dikunjungi di dalam game;
- Dan yang paling menarik adalah bisa memunculkan keinginan berkunjung langsung ke tempat nyata yang terinspirasi dari game atau mirip dengan lanskap di dalamnya.
Artinya, jika sebuah video game berhasil membangkitkan pleasure, arousal, dan dominance secara kuat dan seimbang, kemungkinan besar akan muncul dorongan untuk mengambil tindakan nyata sebagai perpanjangan dari emosi tersebut.

Black Myth: Wukong dan Lonjakan Wisata di Shanxi, Republik Rakyat Tiongkok
Setelah aku membaca dan coba memahami kerangka model S-O-R, rasanya Black Myth: Wukong bisa jadi contoh yang oke untuk membuktikan model ini.
Black Myth: Wukong menawarkan dunia fantasi berdasarkan kisah klasik Journey to the West (di Indonesia lebih dikenal dengan Sun Go Kong atau Kera Sakti) yang dikemas dengan visual modern dan unsur budaya Tiongkok yang autentik. Pengembang game Black Myth: Wukong, yaitu Game Science secara eksplisit menyebut bahwa banyak lokasi dan atmosfer game terinspirasi dari tempat nyata di Tiongkok, salah satunya Provinsi Shanxi.
Beberapa stimulus visual dan narasi dalam game, seperti kuil-kuil megah, gua misterius, hutan yang mengagumkan, hingga makhluk spiritual berhasil membangkitkan respons emosional yang dalam bagi banyak pemain, termasuk aku sendiri.
Lalu, hasilnya?
Menurut laporan media seperti Sixth Tone (2025), terjadi peningkatan signifikan jumlah wisatawan yang mengunjungi Shanxi setelah game ini dirilis. Banyak dari mereka mencari âreal-life Wukongâ, yaitu mengunjungi lokasi dalam game seperti kuil-kuil dan gua yang disebut-sebut menyerupai suasana dalam game.


Xiaoxitian (ć°è„żć€©), Linfen, Shanxi dalam tampilan game dan asli (sumber: funtripguide.com)
Sementara itu, berdasarkan berita dari China Daily (2024), pada bulan Agustus 2024 (rilisnya Black Myth: Wukong), pemesanan perjalanan ke Shanxi meningkat dua kali lipat dari bulan Juli, dengan jumlah kunjungan ke provinsi tersebut meningkat 50% dan pemesanan hotel melonjak 120% di platform tersebut. Bahkan, secara pencarian online di Trip.com, Provinsi Shanxi mengalami peningkatan aktivitas pencarian lebih dari 10%, khususnya pada kota-kota seperti Datong dan Shuozhou yang mengalami lonjakan sebesar 20%.
Fenomena ini menunjukkan bahwa pengalaman digital yang emosional dapat memicu perilaku wisata yang nyata. Inilah manifestasi akhir dari model S-O-R dalam konteks game-induced tourism.
Analisis Faktor S-O-R dalam Pengaruh Black Myth: Wukong terhadap Pariwisata
Untuk memahami lebih dalam bagaimana Black Myth: Wukong berdampak pada sektor pariwisata, berikut adalah penjabaran faktor-faktor dari masing-masing elemen dalam S-O-R.
Stimulus (S): Rangsangan yang Disajikan oleh Game
- Estetika Budaya Tiongkok: visualisasi kuil Buddha, gunung berkabut, dan arsitektur klasik terinspirasi dari lokasi nyata seperti Gua Yungang dan Kuil Xuankong.
- Narasi Spiritual dan Mitologis: mengangkat nilai-nilai dalam Journey to the West yang membangkitkan rasa kagum dan memunculkan ketertarikan terhadap budaya.
- Musik Tradisional: audio ambient yang menggunakan instrumen khas Tiongkok memperkuat atmosfer emosional.
- Visual Kualitas Tinggi: teknologi Unreal Engine 5 yang digunakan dalam pengembangan game menciptakan kesan hiper-realistis yang memperkuat keinginan menjelajah dunia nyata yang serupa.
Organism (O): Respon Emosional Pemain
- Pleasure: perasaan menyenangkan dan puas saat menjelajahi dunia game yang spiritual dan estetis dengan visualisasi yang mewah.
- Arousal: rasa penasaran dan antusiasme saat menjumpai misteri atau pertempuran epik.
- Dominance: rasa kendali tinggi gamer menjadi karakter the Destined One, yang dipilih oleh takdir untuk menggenapi sebuah ramalan menjadi penerus Sun Wukong, yang mampu menjelajahi dunia secara bebas.
Response (R): Perilaku Wisata Nyata
- Minat terhadap budaya Tiongkok: banyak pemain mencari tahu sejarah, budaya, dan filosofi yang diangkat dalam game.
- Wisata berbasis lokasi game: lonjakan kunjungan ke tempat-tempat yang menginspirasi lokasi dalam game, seperti yang terjadi di Provinsi Shanxi, termasuk Gua Yungang, Kuil Xuankong, Yingxian Wooden Pagoda, Gunung Wutai, dan sebagainya.
- Pengembangan produk wisata tematik: operator lokal mulai menawarkan paket tur bertema âWukongâ untuk menarik wisatawan muda.
Dari analisis di atas, jelas bahwa Black Myth: Wukong tidak hanya berhasil menciptakan pengalaman bermain yang imersif secara teknis, tetapi juga membentuk ikatan emosional yang kuat pada para pemain melalui rangsangan budaya dan visual yang mendalam.

Melalui penyaluran stimulus yang kuat, respons emosional pleasure, arousal, dan dominance yang intens, serta mengubahnya menjadi tindakan nyata berupa kunjungan wisata, game ini menjadi contoh konkret bagaimana model S-O-R dapat digunakan untuk memahami transformasi emosi digital menjadi perilaku wisata. Keberhasilan ini kemudian memunculkan fenomena video game yang mampu berperan aktif dalam menghidupkan destinasi wisata berbasis budaya, khususnya jika dirancang dengan memperhatikan nilai-nilai lokal dan daya tarik naratif yang kuat.
Selain itu, ada hal lain yang turut berkontribusi penting terhadap keberhasilan pemicu game-induced tourism dalam kasus Black Myth: Wukong, yaitu adanya kolaborasi yang erat antara pengembang game Game Science dengan pemangku kepentingan setempat, yaitu Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Shanxi maupun pengelola destinasi wisata.
âSince 2022, we have coordinated promotional activities with the game developers at key moments, which already attracted some attention. Now that the game has launched, its high-tech and digital presentation not only breathes new life into Shanxiâs ancient architecture but also opens new avenues for the provinceâs cultural tourism industry,â said a representative of Shanxi Provincial Department of Culture and Tourism (news.cgtn.com, 2024)
Kolaborasi ini menciptakan sinergi antara industri kreatif digital dan sektor pariwisata yang tidak hanya bersifat reaktif terhadap tren populer, tetapi juga proaktif dalam mengangkat warisan budaya lokal ke dalam lanskap global melalui media interaktif dan imersif.
Dari Emosi Digital Menuju Perjalanan Nyata
Bermain game mungkin terlihat pasif dari luar, tapi sebenarnya bisa memberikan pengalaman emosional yang mendalam bahkan memicu reaksi aktif di dunia nyata. Model S-O-R ternyata bisa kita gunakan untuk melihat bagaimana pengalaman ini bisa diterjemahkan menjadi perilaku nyata, termasuk keputusan untuk bepergian ke tempat yang sebelumnya hanya kita temui dalam bentuk piksel atau digital.
Black Myth: Wukong bukan hanya sukses sebagai karya visual dan narasi, tapi juga sebagai medium budaya yang mampu menggerakkan manusia secara emosional dan fisik. Menurutku, hal ini bukan sekadar tren sesaat, tapi awal dari transformasi cara kita melihat pariwisata, yaitu sebagai kelanjutan dari keterhubungan emosional, dari dunia digital menjadi wujud yang nyata.
Referensi
- Mehrabian, A., & Russell, J. A. (1974). An Approach to Environmental Psychology. MIT Press.
- Hosany, S., & Gilbert, D. (2010). Measuring Touristsâ Emotional Experiences toward Hedonic Holiday Destinations. Journal of Travel Research, 49(4), 513â526.
- Kim, S. (2012). Audience Involvement and Film Tourism Experiences: Emotional Places, Emotional Experiences. Tourism Management, 33(2), 387â396.